Senin, 31 Oktober 2011

Tren Perilaku Belanja di Mal
Posted By Istijanto Oei On April 5, 2010 @ 3:43 pm In My Article
Pusat pembelanjaan atau mal banyak bertaburan di kota-kota besar, terutama di Jakarta. Mal-mal
baru terus bermunculan. Bagi konsumen atau penikmat jalan-jalan, tentu ini kabar
menggembirakan. Mereka memiliki banyak pilihan. Namun, di sisi lain, terjadi persaingan antarmal
memperebutkan pengunjung. Tak ayal, pengelola mal berkepentingan menarik pengunjung
menjejali malnya.
Bagaimana perilaku para pengunjung di mal? Ini juga perlu diketahui. Dalam rangka itu, sebuah
survei dilakukan dengan melibatkan 512 responden yang tinggal di berbagai perumahan di Jakarta
dan sekitarnya. Pengambilan sampel memakai metode cluster. Survei dilakukan sebulan penuh
pada Februari 2010 oleh Consumer Survey Indonesia (CSI).
Beberapa temuan menarik dapat dikemukakan di sini. Pertama, rata-rata frekuensi kunjungan
orang ke mal adalah 6,5 hari sekali dengan variasi wanita tiap 6,1 hari sekali dan pria 7,1 hari
sekali. Ini mengindikasikan wanita lebih doyan ke mal dan akhir pekan menjadi waktu yang pas
untuk jalan-jalan. Temuan kedua mengenai durasi di dalam mal. Hasil riset menunjukkan rata-rata
tiap orang menghabiskan 3,5 jam sekali kunjungan. Angka ini kalau dikonversikan ke satu tahun
menghasilkan lama kunjungan 197 jam. Artinya, selama setahun orang mengisi hidupnya selama
197 jam di mal.
uang yang diraup mal di Jakarta dari saku seorang
pengunjung adalah Rp 10.921.000 per tahun
Temuan berikutnya yang menarik adalah uang yang dibelanjakan. Dalam sekali kunjungan, orang
menghabiskan rata-rata Rp 194.500. Ini berarti uang yang diraup mal di Jakarta dari saku seorang
pengunjung adalah Rp 10.921.000 per tahun. Kalau angka ini dikalikan dengan jumlah
pengunjung mal, akan menghasilkan ukuran pasar yang fantastis. Jangan heran, di dalam mal
terjadi perputaran uang yang demikian besar.
Pengelola mal sendiri selalu menampilkan keunikannya supaya menjadi daya tarik pengunjung.
Demikian juga dengan keberadaan konter. Pengelola mal berkepentingan menempatkan konterkonter
yang memiliki magnet atau jangkar penarik pengunjung (anchor). Urutan 10 besar konter
yang berfungsi sebagai anchor dengan jawaban multiple response adalah pusat jajan
atau foodcourt (60%), baju atau fashion (49%), supermarket (42%), toko buku (33%), bioskop
(22%), resto atau café (20%), toserba atau department store (11%), aksesori (8%), arena
bermain atau game (8%) dan musik (7%). Di konter-konter inilah perputaran uang yang besar
terjadi.
Dari segi uang yang dibelanjakan, terdapat perbedaan mencolok dari segi usia. Mereka yang
masih di usia sekolah menghabiskan Rp 160.000 sekali kunjungan. Kelompok usia yang paling
berani membelanjakan uangnya adalah usia 36-40 tahun, yaitu sebesar Rp 337.000. Di atas usia
40 tahun, pengeluaran menurun di kisaran Rp 177.000.
Temuan berikutnya yang juga tak kalah menarik: pengunjung mal kebanyakan tidak sendirian.
Selama berkunjung ke mal, orang paling banyak pergi bersama temannya (51%), lalu dengan
keluarga (39%) dan terakhir sendirian (10%). Hasil ini mengukuhkan bahwa fungsi mal bukan lagi
sekadar tempat membeli. Mal sudah menjelma sebagai tempat bergaya, mencari hiburan,
bersantai dan bersosialisasi. Mal memang telah menjadi gaya hidup yang sulit dipisahkan dari
kaum urban dan di sini pulalah peluang bisnis dapat dikail.
Fakta Perilaku Belanja di Mal di Jakarta Tahun 2010
No. Deskripsi Fakta
1 Frekuensi kunjungan 6,5 hari sekali
2 Lama per kunjungan 3,5 jam
3 Uang yang dibelanjakan Rp 194.500/orang/kunjungan
4 Anchor foodcourt, fashion, supermarket, buku, bioskop,
resto, department store, aksesori, game, musik
Hasil riset: Consumer Survey Indonesia, 2010
*Penulis adalah Eksekutif Riset Consumer Survey Indonesia, www.istijanto.com

 ULASAN 
Menurut pendapat saya, keberadaan beberapa mall yang ada di Indonesia membuat tingkat konsumsi masyarakat Indonesia menjadi bertambah semakin setiap tahunnya.
Kondisi lingkungan memberikan refleksi tingkat produksi dan konsumsi tertentu, dimana pada akhirnya akan berimplikasi langsung terhadap kondisi penerimaan dan pengeluaran suatu bisnis. Dalam hal ini mall bukan hanya menjadi tujuan orang membeli sesuatu namun juga menjadi tempat hiburan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.
Pembangunan mall-mall yang ada di Indonesia harus memperhatikan tanggung jawab social yang berhubungan dengan masyarakat di sekitarnya.Secara Etika Bisnis, dengan meningkatnya pembangunan mall-mall yang ada di Indonesia maka ada yang di rugikan dan ada yang diuntungkan. Pihak yang dirugikan adalah lingkungan sekitar, dengan banyaknya pembangunan mall maka banyak pula area yang seharusnya menjadi area pertamanan kota berubah fungsi menjadi area hiburan. Dan daerah resapan airpun berkurang sehingga membuat banyak kota yang sering banjir akibat tidak adanya area serapan air. Sedangkan pihak yang di untungkan sangat banyak, mulai dari pebisnis retai baju maupun supermarket yang menjadi tujuan utama orang dating dan berkunjung di mall yaitu untuk membeli atau sekedar melihat-lihat, masyarakat di sekitar mall yang mempunyai modal membuka kosan atau kontrakan sementara bagi pegawai-pegawai yang bekerja di mall tersebut.